Berita

Protap Terkini dari Pimpinan Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan Wilayah Maluku, Tidak Boleh Bawa HP.

AMBONberitasumbernews.com – Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan (BPBPK) Wilayah Maluku, berlindung dibalik persoalan pemeliharaan dan terkesan kaku dan atau tidak ingin dikritik ketika menghadapi para demonstran. Sehingga terjadi sedikit ketegangan antara para demonstran dengan Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Penataan Bangunan Penataan dan Kawasan, Naomi Paramitha Adhy dan beberapa staf maupun security saat berlangsungnya aksi unjukrasa di kantor Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan BPBPK Wilayah Maluku, Senin (15/9/25) siang.

Aksi itu dilancarkan dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni LSM Pelopor dan LSM Jamak yang mensinyalir aroma penyalahgunaan kewenangan pada proyek pembangunan gedung pendidikan Seminari KPA Xaverianum Ambon di kawasan Air Louw, kecamatan Nusaniwe, kota Ambon tersebut.

Para pengunjuk rasa ini berorasi kurang lebih lima menit didepan halaman BPBPK Wilayah Maluku dan tak lama kemudian dipersilahkan naik ke lantai dua untuk ketemu dengan Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Penataan Bangunan Penataan dan Kawasan, ibu Naomi Paramitha Adhy dengan catatan para pengunjuk rasa menitipkan handPhone (HP) di pos security.

“Para demonstran diminta kesediaan boleh masuk dan bertemu pimpinan asalkan meninggalkan Hand Phone (HP) atau menitipkannya di piket Sekurity “kata seorang Sekurity yang diutus untuk berbicara dengan para demonstran yang melancarkan mosi tidak percaya kepada para pengelola proyek fisik dengan nilai Rp 14.853.000.000 (Empat belas milyar, delapan ratus Lima puluh tiga juta) tersebut.

Larangan membawa HP itu, bagian dari protap yang diciptakan sendiri pihak Balai
Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan Wilayah Maluku.

Larangan ini sebagai bagian dari protap pengamanan tetapi lebih dari faktor ketakutan dari para pimpinan dan atau pihak-pihak yang terlibat langsung dengan proyek fisik yang menjadi polemik media belakangan ini.

Proyek gedung Seminari KPA Xaverianum Ambon ini, merupakan proposal Keuskupan Amboina kepada Kementerian PU PR, disetujui dan kemudian ditindaklanjuti Selanjutnya dibangun diatas lahan milik KeUskupan Amboina di Desa Air Louw, lokasi dimana terdapat tempat wisata rohani diatas lahan sekitar 4 Hektare.

Kendati demikian, dua gedung dilengkapi dengan beberapa fasilitas tersebut diakui kalau banyak terdapat kelemahan yang tengah menjadi sorotan publik saat ini. Bahkan BPBPK Wilayah Maluku, terkesan berlindung dibalik biaya pemeliharaan setahun. Saat ini fakta menunjukkan proyek baru selesai dikerjakan dan telah dilakukan serahterima tetapi ada perbaikan-perbaikan yang terus dikerjakan pihak kontraktor, lantaran kualitas bahan dan pengadaan bahan dinilai kurang berkualitas. Ini yang kemudian dipersoalkan RD Agus Ulhayanan selaku penanggung jawab proyek fisik dan penataan pembangunan Keuskupan Amboina di Goa Maria Air Louw, Desa Air Louw, Kecamatan Nusaniwe kota Ambon, Provinsi Maluku.

Aksi demonstrasi yang dilancarkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pelopor dan LSM Jamak ini, dilakukan setelah BPBPK Maluku dinilai kurang transparan dan tertutup terhadap proyek fisik dengan dana jumbo itu.

Ketakutan BPBPK Maluku kian terlihat setelah terjadi ketegangan antara LSM hingga Jurnalis dibatasi ketika meliput jalannya aksi demonstrasi itu.

” Ini protap kami, bapak silahkan meninggalkan HP di piket Sekurity, karena perintah Bos, siapa Bos Anda, Bos kami yang menyuruh…, kami hanya melaksanakan perintah, kalau mau bertemu pimpinan kami silahkan tinggalkan hp,, tegas security tersebut, termasuk pegawai disitu juga ikut membenarkan protap internal ini, akibatnya terjadi perdebatan hebat diantara para demonstran dengan security.
Para demonstran bahkan terlihat ingin meninggalkan ruangan yang terletak di lantai dua Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan BPBPK Wilayah Maluku. Terpantau media ini dalam pertemuan itu, terjadi adu argumen antara para demonstran dan Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Penataan Bangunan dan Kawasan, termasuk mempersoalkan pihak kontraktor yang dinilai banyak bermasalah dengan sejumlah proyek yang ditangani selama ini.

Protap dari Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan BPBPK Wilayah Maluku ini terbilang langkah, dan cukup aneh. Jika dibandingkan pada aksi unjukrasa yang dilakukan pada Instansi penegak hukum, seperti Kejaksaan, Kepolisian misalnya tidak ada perintah atau protap dimana pengunjuk rasa dan atau wartawan dilarang meninggalkan HP dan atau titip HP pada pos Security, ketika hendak bertemu pimpinan misalanya.
Bahkan wartawan media ini yang telah berkoordinasi untuk ada hak jawab dari unsur pimpinan atau penanggung jawab program KPA Xaverianum Ambon ini pun, diminta untuk menitipkan HP.
Protap ini kemudian ditolak mentah dan pada gilirannya tidak ada pertemuan klarifikasi.

Meski begitu, media ini masih patut memberikan apresiasi kepada LSM Pemersatu Elemen Intelektual Pembela Rakyat (Pelopor) dan Jaringan Masyarakat Anti Korupsi (Jamak) yang berjuang menyuarakan kebenaran di daerah ini.

Aksi nyata dari pergerakan LSM Pelopor dan LSM Jamak melandasi aksi turun jalan itu, lantaran penanganan korupsi hanya bersifat pragmatis kecenderungan lebih pada melindungi para koruptor dan pada gilirannya mempertontonkan persaingan kurang sehat dikalangan APH

“Yang dipertontonkan keserakahan dan kegagalan sistem serta berdampak negatif terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat meskipun ada upaya pemberantasan tetapi negara masih menghadapi berbagai kasus korupsi besar dan diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan pemerintah penegak hukum dan masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, ” Ungkap para Pendemo dalam orasi mereka, seraya mempersoalkan permasalahan korupsi di Indonesia yang sifatnya pragmatisme dan keserakahan menjadi faktor utama mendorong seseorang melakukan korupsi karena lemahnya substansi hukum, struktur hukum yang tidak memadai dan budidaya hukum yang tidak mendukung sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi menurunkan investasi dan mengurangi pendapatan negara dan sektor pajak. kurangnya sistem yang baik dan kuat dalam mencegah dan memberantas korupsi yang berpengaruh pada sistem pelayanan publik meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan serta menurunnya tingkat kesejahteraan untuk memperkuat sistem hukum pemerintah dalam hal ini melalui lembaga penegak hukum., “tegas Pelopor dan Jamak pada dasar sikap penyataan tersebut.

Aparat penegak hukum lanjutnya mestinya memberikan pelatihan etika dan mendorong keterbukaan dalam pengelolaan keuangan dan keputusan publik masyarakat harus terus terlibat aktif dalam melaporkan indikasi korupsi dan membela kebenaran hal ini pula harusnya mendapat respon cepat dari lembaga penegak hukum ketika masyarakat yang memberikan informasi dan melaporkan setiap kasus.

” jika pemerintah dalam hal ini penegak hukum cepat tanggap terhadap informasi atau laporan yang disampaikan oleh masyarakat maka segala bentuk kejahatan apapun akan cepat terselesaikan persoalan korupsi di Indonesia jelas sudah ditegaskan dalam undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pidana korupsi yang meliputi berbagai tindakan korupsi frasa permufakatan jahat dalam pasal 15 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasal 28e ayat 3 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul untuk menyampaikan pendapat di depan umum.
Dengan dasar ketentuan tersebut, maka kami yang tergabung dalam LSM pemersatu elemen intelektual pembela rakyat (Pelopor Indonesia) dan Jaringan Masyarakat Anti Korupsi (Jamak) – Maluku kan menyampaikan point tuntutan sikap kami sebagai berikut;
1. Meminta kejaksaan tinggi Maluku agar segera memanggil kontraktor proyek pekerjaan KPA Xaverianum yang diduga merugikan negara milyaran rupiah.
2. Mendesak kejaksaan tinggi Maluku agar segera memanggil kepala Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan BPBPK Wilayah Maluku untuk dimintai keterangan terkait dengan proyek pembangunan KPA Xaverianum Ambon.

3.Jika dalam waktu deadline 2×24 jam pihak balai dan kontraktor tidak di panggil maka kami akan datang kembali dengan jumlah masa yang lebih besar.
Tuntutan ini.

Pernyataan sikap itu, tembusannya disampaikan kepada Yth, Kejaksaan Tinggi Maluku di Ambon, Kapolda Maluku di Ambon, KPK dan Kapolri di Jakarta.

Pernyataan sikap itu ditandatangani oleh Koordinator Lapangan Hidayat War wara dan Penanggung jawab, Udin Kelutur. (*)

Anda mungkin juga suka...